Listen to Quran(Hell Theme)

Kamis, 05 November 2009

Subjective well-being

Subjective well-being didefinisikan sebagai suatu evaluasi positif mengenai kehidupan seseorang yang diasosiasikan dengan diperolehnya perasaan menyenangkan. (Stock, et al, 1986; Pinquart & Sorenson, 2000). Indikator untuk menilai subjective well-being antara lain: kepuasan hidup, keseimbangan emosi positif dan negatif, kebahagiaan. Dapat disimpulkan bahwa psychological well-being (kesejahteraan psikologis) adalah kondisi individu yang ditandai dengan adanya perasaan bahagia, mempunyai kepuasan hidup dan tidak ada gejala-gejala depresi. Kondisi tersebut dipengaruhi adanya fungsi psikologis yang positif seperti penerimaan diri, relasi sosial yang positif, mempunyai tujuan hidup, perkembangan pribadi, penguasaan lingkungan dan otonomi
Menurut Ryff (1989) gambaran tentang karakteristik orang yang memiliki kesejahteraan psikologis merujuk pada pandangan Rogers tentang orang yang berfungsi penuh (fully functioning person), pandangan Maslow tentang aktualisasi diri (self actualization), pandangan Jung tentang individuasi, konsep Allport tentang kematangan. Juga sesuai dengan konsep Erikson dalam menggambarkan individu yang mencapai integrasi dibanding putus asa, konsep Neugarten tentang kepusaan hidup, serta kriteria positif tentang orang yang bermental sehat yang dikemukakan Johada. Menurut Ryff (1995), pondasi untuk diperolehnya kesejahteraan psikologis adalah individu yang secara psikologis dapat berfungsi secara positif (positive psycholigical functioning) .
Komponen individu yang mempunyai fungsi psikologis yang positif yaitu :
  • penerimaan diri(self-acceptance) individu yang mimiliki penerimaan diri menunjukkan karakteristik: memiliki sikap positif terhadap dirinya, mengakui dan menerima berbagai aspek yang ada dalam dirinya, baik yang bersifat baik maupun buruk; serta merasa positif dengan kehidupan masa lalunya.
  • hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others) karakter yang ditunjukkan oleh indiviu yang memiliki hubungan positif dengan orang lain : mempunyai kehangatan dan kepuasan, berhubungan berdasarkan kepercayaan, perhatian terhadap kesejahteraan orang lain, mempunyai empati yang kuat, memiliki afek, dan kedekatan
  • Otonomi (Autonomy) yaitu kemampuan melakukan dan mengarahkan perilaku secara mandiri, penuh keyakinan diri. Individu yang mampu melakukan aktualisasi diri dan berfungsi penuh memiliki keyakinan dan kemandirian, sehingga dapat mencapai prestasi dengan memuaskan.
  • tujuan hidup (Purpose in Life) mental yang sehat meliputi adanya keyakinan bahwa dapat melakukan sesuatu bagi orang lain adalah tujuan hidup seseorang. Dengan demikian seorang akan memiliki gairah hidup dan hidup bermakna.
  • perkembangan pribadi dan (Personal growth) berfungsi secara optimal tidak saja diartikan sebagai telah tercapainya prestasi di waktu yang lalu, namun juga dapat terus mengembangkan potensi diri, disesuaikan dengan kapasitas periode perkembangannya.
  • pengusaan terhadap lingkungan (environmental mastery) mental yang sehat dikarakteritikkan dengan kemampuan individu untk memiliki atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi fisiknya.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi Psychological Well-being
    Dari beberapa literatur dan hasil penelitian, penulis berusaha meringkas faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang:
  • Status sosial ekonomi meliputi : besarnya income keluarga, tingkat pendidikan, keberhasilan pekerjaan, kepemilikan materi, status sosial di masyarakat. (Pinquart & SÅ‘renson, 2000).
  • Jaringan sosial, berkaitan dengan aktivitas sosial yang diikuti oleh individu seperti aktif dalam pertemuan-pertemuan atau organisasi, kualitas dan kuantitas aktivitas yang dilakukan, dan dengan siapa kontak sosial dilakukan (Pinquart & SÅ‘renson, 2000).
  • Kompetensi pribadi, yaitu kemampuan atau skill pribadi yang dapat digunakan sehari-hari, didalamnya mengandung kompetensi kognitif.
  • Religiusitas, hal ini berkaitan dengan transendensi segala persoalan hidup kepada Tuhan. Individu yang memiliki tingkat religiusitas tinggi lebih mampu memaknai kejadian hidupnya secara positif sehingga hidupnya menjadi lebih bermakna (Bastaman, 2000), terhindar dari stres dan depresi (Hadjam, 1999).
  • Kepribadian, individu yang memiliki banyak kompetensi pribadi dan sosial, seperti penerimaan diri, mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, coping skill yang efektif cenderung terhindar dari konflik dan stres (Santrock, 1999; Ryff, 1995).
  • Jenis Kelamin Wanita cenderung lebih memiliki kesejahteraan psikologis dibandingkan laki-laki. Hal ini dikaitkan dengan pola pikir yang berpengaruh terhadap strategi koping yang dilakukan, serta aktivitas sosial yang dilakukan. Wanita lebih mampu mengekspresikan emosi dengan curhat kepada orang lain. Wanita juga lebih senang menjalin relasi sosial dibanding laki-laki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar