Kamis, 24 November 2011
Minggu, 22 November 2009
Hipnoterapy
Ilmu hipnotis modern dikenal sejak abad 18, Tokoh utamanya adalah Franz Anton Mesmer, dan disusul oleh James Braid, Charcot, Liebault, Bemheim, Sigmund Freud, Clark Haul, dan seterusnya.
Dunia kedokteran mencatat bahwa dokter yang pertama kali menggunakan metode hipnotis secara medis adalah Frans Anton Mesmer pada tahun 1778 di Paris, Prancis. Contoh ide lain pemanfaatan hipnotis dalam bidang kedokteran adalah saat seorang wanita yang akan melahirkan, dihipnotis terlebih dulu agar tidak merasakan kesakitan. Pada tahun 1880-an pun, seorang ahli neurologi Prancis bernama Jean Martin Charcot, menggunakan hipnotis untuk menyingkirkan gejala histeria pasiennya.
Dalam bidang psikologi hipnotis dapat digunakan sebagai sebuah metode terapi yang dikenal dengan hipnoterapi, seperti untuk menghilangkan phobia, melupakan sebuah kejadian traumatis dan menghilangkan kebiasaan yang tidak diinginkan seperti merokok, narkoba.Keadan hipnotis atau trans hipnotis dapat dialami secara tidak disadari. Sebagai contoh seseorang pernah berada dalam suatu keadaan aram temaram ketika mau memasuki tidur, atau pada waktu melamun secara tidak sadar terbawa oleh alam lamunan dan ketika ada yang memanggil berkali-kali tidak kedengaran.
Trans hipnotis juga dapat terjadi pada saat seorang mengendari mobil di jalan tol yang monoton dan panjang, dengan didukung senandung motor mesin yang monoton, tidak adanya gangguan disekitar, penglihatan yang mengarah pada garis putih panjang yang tidak putus-putus dijalan sebagai sebuah titik fiksasi visual, kondisi mengendarai mobil seperti ini merupakan kondisi yang dapat memicu seseorang untuk masuk dalam keadaan trans hipnotis. Pada saat trans hipnotis tersebut tidak menyadari tanda-tanda lalulintas atau bangunan yang dilewati, atau melewati banyak bangunan tanpa melihatnya
Dengan bukti di atas, hipnotis merupakan fenomena yang sangat normal. Penyelidikan ilmiah atas hipnotisme menunjukkan bahwa induksi trans jelas merupakan suatu proses yang penting dalam menangkap kembali keadaan dan suasana hati yang mengarah pada periode aram temaram ketika akan tertidur, keadaan melamun dan hipnotis jalan raya (chambers, 2005).
Fenomena penipuan melalui gendam bukanlah suatu hipnotis yang dikenalkan dalam kajian psikologi modern, gendam merupakan salah satu atau gabungan dari : Conventional Hypnosis dengan metode Shock Induction, Ericksonian Hypnosis, teknik Esoteric Energy, atau Mind Control (Telepathic, Magnetism). Dalam kajian psikologi modern hipnotis dipergunakan untuk pengobatan dan metode induksinya pun lebih menekankan pada teknik komunikasi dari pada suatu bentuk peyaluran energi atau tenang dalam.
KESADARAN MANUSIA DALAM HIPNOTIS
Manusia dikarunia Allah ta’ala dua pikiran yaitu pikiran sadar atau rasional dan pikiran bawah sadar atau irrasional. Seseorang yang berpikir terus menerus tentang suatu hal di pikiran sadar lama-lama akan tersimpan dalam alam bawah sadar. Pikiran bawah sadar adalah tempat emosi dan pikiran yang mencipta, jika seseorang menanamkan pikiran positif dalam dirinya maka akan menuai hasil yang positif, namun kalau negatif maka akan menuai hasil yang negatif. Serta sifat pikiran bawah sadar adalah dia tidak pernah memilih milih, dan tidak pernah menolak apa yang ditanamkan, sekali dia menerima maka hal itu akan diwujudkan.
Pikiran sadar manusia adalah gerbang dari pikiran bawah sadarnya. Sebelum sesuatu masuk dalam alam bawah sadar maka terlebih dahulu melalui seleksi alam sadarnya. Maka alam sadar inilah yang sering berpikir dan menentukan mana yang dapat masuk ke alam bawah sadar mana yang tidak boleh. Seandainya tidak ada pikiran sadar maka akan sangat bahaya bagi manusia itu karena apa yang masuk dalam pikirannya lepas kontrol dan masuk pikiran bawah sadar.
Hipnotis pada prinsipnya adalah membuka gerbang dengan mengistirahatkan pikiran sadarnya sehingga sugesti-sugesti yang diberikan tidak diolah pikiran sadar. Dengan terbukanya gerbang kesadaran ini berarti seseorang akan mudah sekali dipengaruhi dan diperintahkan sesuai dengan apa yang dimasukkan dalam alam bawah sadarnya. Ketika seseorang berada dalam keadaan terhipnotis dia bukannya tidak sadar, dia tetap sadar namun kesadarannya berada dalam kondisi bawah sadar. Kalau seseorang dalam kondisi tidak sadar keadaannya seperti tidur, pingsan, atau koma, namun kalau kondisi alam bawah sadar (berarti masih sadar) seseorang akan mengalami keadaan aram temaram, remang-remang, suasana sadar tapi tidak mampu lagi untuk mengolah pikiran secara lebih detil, menerima saja yang lewat tidak mempedulikan dia harus memilih apa. Pegistirahatan pikiran sadar dapat dilakukan dengan menghentikan sejenak anggota tubuh yang dikendalikan oleh pikiran sadar, seperti tangan, kaki, badan dan sebagainya. Hal ini dapat dihantarkan melalui konsentrasi ataupun relaksasi. Setelah tercapai kondisi relaks dan tenang seseorang tersebut akan merasakan dirinya sebagai diri mental, pada tahap ini dengan fasilitasi dari seorang penghipnotis maka dia diajak kerja sama untuk memasuki dunia alam bawah sadarnya, namun sekali lagi ketika dia sudah masuk ke alam bawah sadarnya dia tidak lagi mampu untuk berpikir ataupun menolak apa yang disugestikan.
Dari dinamika hipnotis seperti ini maka sebenarnya seseorang dapat melakukan self hypnosis sehingga apa-apa yang menjadi keinginannya dapat ditanamkan yang nantinya akan dimanifestasikan oleh alam bawah sadarnya. Kekuatan bawah sadar tidak terbatas kekuatannya dapat dimanfaatkan untuk penyembuhan, pengoptimalan potensi diri, dan keperluan mempengaruhi pikiran sadar orang lain.
TAHAP TAHAP HIPNOTIS
Sebenarnya, pertunjukan ‘hipnotis’ seperti yang dilakukan oleh Tommy Rafael ataupun oleh para illusionis lainnya, tak lepas dari pengembangan maupun penerapan prinsip-prinsip dasar ilmu psikologi. Upaya ‘hipnotis’ tersebut merupakan tindakan manipulatif terhadap kesadaran realitas ‘obyek’ hipnotis.
Dibutuhkan lebih dari sekedar kekuatan mental saja untuk dapat memahami trick para illusionis itu, karena pada saat hipnotis dilakukan maka pada saat itu pula telah terjadi sinkronisasi antara psikis dengan fisik yang bersimulakrum.
Seperti yang telah diteliti oleh Carl Jung – salah satu peletak dasar-dasar psikologi modern – bahwa sinkronitas tersebut akan menghasilkan suatu interaksi yang terjadi dalam kesadaran dan digerakkan oleh satu rencana besar yang tak terlihat dari subyek hipnotis.Secara sederhana, dengan memiliki dasar ilmu hipnotis seorang Hypnotist dapat membuat seseorang (Subjek) sangat relaks dan tenang. Bahkan pada orang-orang tertentu dan dalam situasi tertentu, seorang Hypnotist dapat membuat Subjek sangat tenang secara ekstrim, sehingga masuk ke suatu tahapan yang dikenal sebagai kondisi “Hypnotic” atau “Tertidur Hypnosis” atau “trans hipnosis”.Pada saat Subjek sudah dalam kondisi sangat rileks, atau dalam kondisi “Hypnos”, maka Hypnotist dapat memberikan sugesti-sugesti yang relatif lebih mudah diterima oleh Subjek dibandingkan dalam kondisi biasa.
Keberhasilan praktik hipnotis adalah ketika subjek sudah berada pada situasi deep trance. Namun, untuk mencapat tingkat ini, ada faktor yang mempengaruhinya. Yakni, kondisi psikologis (Kejiwaan) subjek, tingkat keaktifan berpikir subjek, suasana dan kondisi lingkungan, ketrampilan seorang hypnotist, waktu, serta tingkat kepercayaan subjek terhadap seorang hypnotist.
a. Tahap pre-induction
Pre-Induction (pra-induksi) merupakan suatu proses untuk mempersiapkan suatu situasi dan kondisi yang bersifat kondusif antara seorang penghipnosis dan Subjek. Agar proses Pre-Induction berlangsung dengan baik, maka sebelumnya Hypnotist harus dapat mengenali aspek-aspek psikologis dari Subjek, antara lain : hal yang diminati, hal yang tidak diminati, apa yang diketahui Subjek terhadap Hypnosis, dan seterusnya.Pre-Induction dapat berupa percakapan ringan, saling berkenalan, serta hal-hal lain yang bersifat mendekatkan seorang Hypnotist secara mental terhadap seorang Subjek. Pre-Induction merupakan tahapan yang bersifat kritis. Seringkali kegagalan proses hipnotis diawali dari proses Pre-Induction yang tidak tepat.Tahap ini juga untuk menguji apakah klien cocok diterapi dengan menggunakan hipnotis atau tidak, klien mudah dihipnotis atau tidak sebab hipnotis membutuhkan keadaan psikis tertentu dimana klien harus mau bekerja sama dengan suka rela untuk mengikuti instruksi hipnotis yang diberikan.
b. Tahap induction
Langkah berikutnya adalah Induction (induksi). Merupakan kunci utama dalam proses hipnotis, karena proses inilah yang akan membawa Subjek dari kondisi “Beta” ke kondisi “Alpha” bahkan “Theta” dengan kondisi sepenuhnya di bawah kendali seorang Hypnotist.Bagian utama dari induction adalah “kalimat kunci” dari seorang Hypnotist, ketika memerintahkan seorang Subjek untuk tidur “Hypnotic”, di mana selanjutnya Hypnotist akan mengambil alih kendali atas Sub-Conscious Subjek.Secara utuh, proses induction terdiri dari 3 bagian, yaitu: Relaxation, adalah proses untuk mengurangi keaktifan BrainWave Subjek (High Beta to Low Beta). Induction, adalah Proses untuk membawa Subjek ke Brainwave Alpha, untuk selanjutnya siap di-sugesti dengan “kalimat kunci”. Deepining adalah proses untuk membawa Subjek ke “Trance Level” yang lebih dalam (Theta).
c. Pengujian trans hipnotis
Proses Dept Level Test. Seringkali diistilahkan dengan “Trance Level Test” atau pengujian tingkat kedalaman “Hypnotic” seorang Subjek.Bagi seorang Stage hypnotist, perlu memperoleh seorang Subjek dengan tingkat kedalaman “Trance” tertentu. Minimal : Medium Trance. Bagi seorang Hypnotherapist, tingkat kedalaman “Trance” akan berkaitan dengan efektivitas pengaruh Sugesti Therapi yang akan diberikan kepada Subjek.Depth Level Test dilakukan dengan cara memberikan perintah sederhana yang berlawanan dengan logika kesadaran biasa (Conscious). Jika tingkat kedalaman “Trance” yang dimaksud belum dicapai, maka Hypnotist harus melakukan “induction” kembali. Seringkali diikuti dengan segesti yang bersifat “provokatif”. Tidak setiap orang dapat mencapai tingkat “Trance” yang dalam. Hal ini tidak menjadi masalah dalam Hypnotherapy.
d. Suggestion
Suggestion atau Sugesti. Merupakan tahapan inti dari maksud dan tujuan proses hipnotis. Pada tahapan ini seorang Hypnotist mulai dapat memasukkan kalimat-kalimat sugesti ke Sub-Conscious Subjek
e. Post Hypnotic suggestion
Setelah itu, kita menuju tahapan Post Hypnotic Suggestion. Yakni, suatu Sugesti yang tetap “bekerja” walaupun seorang telah berada dalam kondisi pasca-hipnotis (normal). Post Hypnotic Suggestion merupakan hal penting yang mendasari proses Clinical Hypnotherapy.Apabila hypnotist ingin mengendalikan Subjek, ia bisa menggunakan simbol bunyi atau tindakan. Inilah yang disebut Anchor. Yakni sugesti berupa simbol-simbol yang akan menghasilkan reaksi pemikiran, emosional, atau perilaku tertentu disebut juga dengan “Anchor”. Inilah yang sering dipraktikan Romy Rafael di televisi atau dikenal dengan istilah anchoring, yang merupakan proses “Programming” seorang Hypnotist terhadap Subjek. Misalnya, mulai saat ini, jika kamu melihat Warung Tegal, maka kamu tidak dapat menahan keinginan kamu untuk mentraktir saya!
e. Termination
Termination, yakni suatu tahapan untuk mengakhiri proses hipnotis. Konsep Termination adalah agar seorang Subjek tidak mengalami kejutan psikologis ketika terbangun dari “tidur hipnotis”.Standar dari proses Termination adalah membangun sugesti positif yang akan membuat tubuh seorang Subjek lebih segar dan relaks, kemudian diikuti dengan regresi beberapa detik untuk membawa Subjek ke kondisi normal kembali.
Daftar pustaka
Chamber, Bradford. 2005. How to hypnotize. Stravon Publisher : New YorkMurphy, Joseph. 1997. The power of Your Subconscious Mind (terjemahan) spektrum : Jakarta
Senin, 09 November 2009
Attachment
Istilah Kelekatan (attachment) untuk pertamakalinya dikemukakan oleh seorang psikolog dari Inggris pada tahun 1958 bernama John Bowlby. Kemudian formulasi yang
lebih lengkap dikemukakan oleh Mary Ainsworth pada tahun 1969 (Mc Cartney dan
Dearing, 2002). Kelekatan merupakan suatu ikatan emosional yang kuat yang
dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus
dalam kehidupannya, biasanya orang tua (Mc Cartney dan Dearing, 2002).
Bowlby (dalam Haditono dkk,1994) menyatakan bahwa hubungan ini akan bertahan cukup lama dalam rentang kehidupan manusia yang diawali dengan kelekatan anak pada ibu atau figur lain pengganti ibu. Pengertian ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Ainsworth mengenai kelekatan. Ainsworth (dalam Hetherington dan Parke,2001) mengatakan bahwa kelekatan adalah ikatan emosional yang dibentuk seorang individu dengan orang lain yang bersifat spesifik, mengikat mereka dalan suatu
kedekatan yang bersifat kekal sepanjang waktu. Kelekatan merupakan suatu hubungan
yang didukung oleh tingkah laku lekat (attachment behavior) yang dirancang untuk
memelihara hubungan tersebut ( Durkin, 1995).
Tidak semua hubungan yang bersifat emosional atau afektif dapat disebut
kelekatan. Adapun ciri afektif yang menunjukkan kelekatan adalah: hubungan bertahan
cukup lama, ikatan tetap ada walaupun figur lekat tidak tampak dalam jangkauan mata
anak, bahkan jika figur digantikan oleh orang lain dan kelekatan dengan figure lekat akan
menimbulkan rasa aman (Ainsworth dalam Adiyanti, 1985).
Menurut Maccoby (dalam Ervika, 2000) seorang anak dapat dikatakan lekat pada
orang lain jika memiliki ciri-ciri antara lain:
a. Mempunyai kelekatan fisik dengan seseorang
b. Menjadi cemas ketika berpisah dengan figur lekat
c. Menjadi gembira dan lega ketika figur lekatnya kembali
d. Orientasinya tetap pada figur lekat walaupun tidak melakukan interaksi. Anak
memperhatikan gerakan, mendengarkan suara dan sebisa mungkin berusaha
mencari perhatian figur lekatnya
Selama ini orang seringkali menyamakan kelekatan dengan ketergantungan
(dependency), padahal sesungguhnya kedua istilah tersebut mengandung pengertian yang
berbeda. Ketergantungan anak pada figur tertentu timbul karena tidak adanya rasa aman.
Anak tidak dapat melakukan otonomi jika tidak mendapatkan rasa aman. Hal inilah yang
akan menimbulkan ketergantungan pada figur tertentu (Faw dalam Ervika, 2000).
Adapun ciri kelekatan adalah memberikan kepercayaan pada orang lain yang dapat
memberikan ketenangan.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka maka dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan kelekatan adalah suatu hubungan emosional atau hubungan yang
bersifat afektif antara satu individu dengan individu lainnya yang mempunyai arti khusus,
dalam hal ini biasanya hubungan ditujukan pada ibu atau pengasuhnya. Hubungan yang
dibina bersifat timbal balik, bertahan cukup lama dan memberikan rasa aman walaupun
figur lekat tidak tampak dalam pandangan anak.
lebih lengkap dikemukakan oleh Mary Ainsworth pada tahun 1969 (Mc Cartney dan
Dearing, 2002). Kelekatan merupakan suatu ikatan emosional yang kuat yang
dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus
dalam kehidupannya, biasanya orang tua (Mc Cartney dan Dearing, 2002).
Bowlby (dalam Haditono dkk,1994) menyatakan bahwa hubungan ini akan bertahan cukup lama dalam rentang kehidupan manusia yang diawali dengan kelekatan anak pada ibu atau figur lain pengganti ibu. Pengertian ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Ainsworth mengenai kelekatan. Ainsworth (dalam Hetherington dan Parke,2001) mengatakan bahwa kelekatan adalah ikatan emosional yang dibentuk seorang individu dengan orang lain yang bersifat spesifik, mengikat mereka dalan suatu
kedekatan yang bersifat kekal sepanjang waktu. Kelekatan merupakan suatu hubungan
yang didukung oleh tingkah laku lekat (attachment behavior) yang dirancang untuk
memelihara hubungan tersebut ( Durkin, 1995).
Tidak semua hubungan yang bersifat emosional atau afektif dapat disebut
kelekatan. Adapun ciri afektif yang menunjukkan kelekatan adalah: hubungan bertahan
cukup lama, ikatan tetap ada walaupun figur lekat tidak tampak dalam jangkauan mata
anak, bahkan jika figur digantikan oleh orang lain dan kelekatan dengan figure lekat akan
menimbulkan rasa aman (Ainsworth dalam Adiyanti, 1985).
Menurut Maccoby (dalam Ervika, 2000) seorang anak dapat dikatakan lekat pada
orang lain jika memiliki ciri-ciri antara lain:
a. Mempunyai kelekatan fisik dengan seseorang
b. Menjadi cemas ketika berpisah dengan figur lekat
c. Menjadi gembira dan lega ketika figur lekatnya kembali
d. Orientasinya tetap pada figur lekat walaupun tidak melakukan interaksi. Anak
memperhatikan gerakan, mendengarkan suara dan sebisa mungkin berusaha
mencari perhatian figur lekatnya
Selama ini orang seringkali menyamakan kelekatan dengan ketergantungan
(dependency), padahal sesungguhnya kedua istilah tersebut mengandung pengertian yang
berbeda. Ketergantungan anak pada figur tertentu timbul karena tidak adanya rasa aman.
Anak tidak dapat melakukan otonomi jika tidak mendapatkan rasa aman. Hal inilah yang
akan menimbulkan ketergantungan pada figur tertentu (Faw dalam Ervika, 2000).
Adapun ciri kelekatan adalah memberikan kepercayaan pada orang lain yang dapat
memberikan ketenangan.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka maka dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan kelekatan adalah suatu hubungan emosional atau hubungan yang
bersifat afektif antara satu individu dengan individu lainnya yang mempunyai arti khusus,
dalam hal ini biasanya hubungan ditujukan pada ibu atau pengasuhnya. Hubungan yang
dibina bersifat timbal balik, bertahan cukup lama dan memberikan rasa aman walaupun
figur lekat tidak tampak dalam pandangan anak.
Label:
psikologi perkembangan
Kamis, 05 November 2009
Subjective well-being
Subjective well-being didefinisikan sebagai suatu evaluasi positif mengenai kehidupan seseorang yang diasosiasikan dengan diperolehnya perasaan menyenangkan. (Stock, et al, 1986; Pinquart & Sorenson, 2000). Indikator untuk menilai subjective well-being antara lain: kepuasan hidup, keseimbangan emosi positif dan negatif, kebahagiaan. Dapat disimpulkan bahwa psychological well-being (kesejahteraan psikologis) adalah kondisi individu yang ditandai dengan adanya perasaan bahagia, mempunyai kepuasan hidup dan tidak ada gejala-gejala depresi. Kondisi tersebut dipengaruhi adanya fungsi psikologis yang positif seperti penerimaan diri, relasi sosial yang positif, mempunyai tujuan hidup, perkembangan pribadi, penguasaan lingkungan dan otonomi
Menurut Ryff (1989) gambaran tentang karakteristik orang yang memiliki kesejahteraan psikologis merujuk pada pandangan Rogers tentang orang yang berfungsi penuh (fully functioning person), pandangan Maslow tentang aktualisasi diri (self actualization), pandangan Jung tentang individuasi, konsep Allport tentang kematangan. Juga sesuai dengan konsep Erikson dalam menggambarkan individu yang mencapai integrasi dibanding putus asa, konsep Neugarten tentang kepusaan hidup, serta kriteria positif tentang orang yang bermental sehat yang dikemukakan Johada. Menurut Ryff (1995), pondasi untuk diperolehnya kesejahteraan psikologis adalah individu yang secara psikologis dapat berfungsi secara positif (positive psycholigical functioning) .
Menurut Ryff (1989) gambaran tentang karakteristik orang yang memiliki kesejahteraan psikologis merujuk pada pandangan Rogers tentang orang yang berfungsi penuh (fully functioning person), pandangan Maslow tentang aktualisasi diri (self actualization), pandangan Jung tentang individuasi, konsep Allport tentang kematangan. Juga sesuai dengan konsep Erikson dalam menggambarkan individu yang mencapai integrasi dibanding putus asa, konsep Neugarten tentang kepusaan hidup, serta kriteria positif tentang orang yang bermental sehat yang dikemukakan Johada. Menurut Ryff (1995), pondasi untuk diperolehnya kesejahteraan psikologis adalah individu yang secara psikologis dapat berfungsi secara positif (positive psycholigical functioning) .
Komponen individu yang mempunyai fungsi psikologis yang positif yaitu :
- penerimaan diri(self-acceptance) individu yang mimiliki penerimaan diri menunjukkan karakteristik: memiliki sikap positif terhadap dirinya, mengakui dan menerima berbagai aspek yang ada dalam dirinya, baik yang bersifat baik maupun buruk; serta merasa positif dengan kehidupan masa lalunya.
- hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others) karakter yang ditunjukkan oleh indiviu yang memiliki hubungan positif dengan orang lain : mempunyai kehangatan dan kepuasan, berhubungan berdasarkan kepercayaan, perhatian terhadap kesejahteraan orang lain, mempunyai empati yang kuat, memiliki afek, dan kedekatan
- Otonomi (Autonomy) yaitu kemampuan melakukan dan mengarahkan perilaku secara mandiri, penuh keyakinan diri. Individu yang mampu melakukan aktualisasi diri dan berfungsi penuh memiliki keyakinan dan kemandirian, sehingga dapat mencapai prestasi dengan memuaskan.
- tujuan hidup (Purpose in Life) mental yang sehat meliputi adanya keyakinan bahwa dapat melakukan sesuatu bagi orang lain adalah tujuan hidup seseorang. Dengan demikian seorang akan memiliki gairah hidup dan hidup bermakna.
- perkembangan pribadi dan (Personal growth) berfungsi secara optimal tidak saja diartikan sebagai telah tercapainya prestasi di waktu yang lalu, namun juga dapat terus mengembangkan potensi diri, disesuaikan dengan kapasitas periode perkembangannya.
- pengusaan terhadap lingkungan (environmental mastery) mental yang sehat dikarakteritikkan dengan kemampuan individu untk memiliki atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi fisiknya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Psychological Well-being
Dari beberapa literatur dan hasil penelitian, penulis berusaha meringkas faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang: - Status sosial ekonomi meliputi : besarnya income keluarga, tingkat pendidikan, keberhasilan pekerjaan, kepemilikan materi, status sosial di masyarakat. (Pinquart & SÅ‘renson, 2000).
- Jaringan sosial, berkaitan dengan aktivitas sosial yang diikuti oleh individu seperti aktif dalam pertemuan-pertemuan atau organisasi, kualitas dan kuantitas aktivitas yang dilakukan, dan dengan siapa kontak sosial dilakukan (Pinquart & SÅ‘renson, 2000).
- Kompetensi pribadi, yaitu kemampuan atau skill pribadi yang dapat digunakan sehari-hari, didalamnya mengandung kompetensi kognitif.
- Religiusitas, hal ini berkaitan dengan transendensi segala persoalan hidup kepada Tuhan. Individu yang memiliki tingkat religiusitas tinggi lebih mampu memaknai kejadian hidupnya secara positif sehingga hidupnya menjadi lebih bermakna (Bastaman, 2000), terhindar dari stres dan depresi (Hadjam, 1999).
- Kepribadian, individu yang memiliki banyak kompetensi pribadi dan sosial, seperti penerimaan diri, mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, coping skill yang efektif cenderung terhindar dari konflik dan stres (Santrock, 1999; Ryff, 1995).
- Jenis Kelamin Wanita cenderung lebih memiliki kesejahteraan psikologis dibandingkan laki-laki. Hal ini dikaitkan dengan pola pikir yang berpengaruh terhadap strategi koping yang dilakukan, serta aktivitas sosial yang dilakukan. Wanita lebih mampu mengekspresikan emosi dengan curhat kepada orang lain. Wanita juga lebih senang menjalin relasi sosial dibanding laki-laki.
Label:
Psikologi Individual
Langganan:
Postingan (Atom)